Bagi Singapura, lebih memungkinkan ’mencaplok’
wilayah udara NKRI ketimbang wilayah daratan dan lautan. Itu
pendapat bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono
menanggapi proyek Singapura dalam mereklamasi daratan sekitar 12 mil
laut menjorok ke wilayah Indonesia.
“Reklamasi dipastikan akan menambah luas daratan Singapura, tetapi belum tentu akan menambah luas laut Singapura karena batas laut dengan Batam dan Nipah sudah ditandatangani pada tahun 1973,” kata Hendro yang dikontak Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Hendro, reklamasi pantai Singapura tidak akan mengubah batas apa-apa. Kecuali kalau mereka menggeser kedalaman dan arus. “Saya nggak percaya Singapura mengincar wilayah atau pulau kita. Nggak ada info ke arah sana. Ngincar pasirnya mungkin iya, tapi wilayah tidak mungkin.”
Dia menambahkan, yang penting, jangan ada lagi yang jual tanah air ke Singapura. “Masa hari gini masih ada pedagang kita yang jual pasir ke Singapura per meter kubik seharga 3,5 dolar Singapura, sementara Malaysia menjual sebuah chips kecil ke Singapura seharga ratusan dollar.”
Karena itu, Hendro tak cemas wilayah NKRI akan dicaplok Singapura seiring dengan pembangunan proyek reklamasi. Kata dia, satu-satunya pelanggaran Singapura terhadap Indonesia adalah pelanggaran udara. Celakanya, karena tak punya alat canggih kita tak bisa mencatat apa saja pelanggaran itu.
Celakanya lagi, sambung Hendro, kalaupun kita meminta Singapura mematikan radar pengintai udaranya maka yang celaka Indonesia sendiri. Karena, saat ini yang mandu perjalanan udara adalah Singapura. “Tanpa panduan dari Singapura, bisa saja banyak terjadi tabrakan pesawat di udara,”.
Lebih jauh, Hendro mengungkapkan, Singapura itu tak punya apa-apa, sementara yang punya macam-macam itu Indonesia. “Singapura hidup dari kebodohan kita.”
Dia mencontohkan tiga kebodohan warga Indonesia yang dimanfaatkan Singapura. Pertama, orang Indonesia lebih suka nyimpan uang di Singapura ketimbang di negaranya sendiri. Kedua, yang paling banyak beli rumah di tempat reklamasi Singapura adalah orang Indonesia, kemudian Malaysia. Ketiga, orang Indonesia paling banyak berjudi di Singapura.
“Kalau tidak terlalu jahat, kita nggak usah cari gara-gara dengan negeri tetangga. Kecuali jika aksinya sudah seperti kasus Sipadan dan Ligitan,” sarannya. Jangan gara-gara pasir, lanjutnya, kemudian para elit bangsa marah-marah ke Singapura. Tapi, bagaimana seluruh potensi bangsa bersinergi untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
“Reklamasi dipastikan akan menambah luas daratan Singapura, tetapi belum tentu akan menambah luas laut Singapura karena batas laut dengan Batam dan Nipah sudah ditandatangani pada tahun 1973,” kata Hendro yang dikontak Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Hendro, reklamasi pantai Singapura tidak akan mengubah batas apa-apa. Kecuali kalau mereka menggeser kedalaman dan arus. “Saya nggak percaya Singapura mengincar wilayah atau pulau kita. Nggak ada info ke arah sana. Ngincar pasirnya mungkin iya, tapi wilayah tidak mungkin.”
Dia menambahkan, yang penting, jangan ada lagi yang jual tanah air ke Singapura. “Masa hari gini masih ada pedagang kita yang jual pasir ke Singapura per meter kubik seharga 3,5 dolar Singapura, sementara Malaysia menjual sebuah chips kecil ke Singapura seharga ratusan dollar.”
Karena itu, Hendro tak cemas wilayah NKRI akan dicaplok Singapura seiring dengan pembangunan proyek reklamasi. Kata dia, satu-satunya pelanggaran Singapura terhadap Indonesia adalah pelanggaran udara. Celakanya, karena tak punya alat canggih kita tak bisa mencatat apa saja pelanggaran itu.
Celakanya lagi, sambung Hendro, kalaupun kita meminta Singapura mematikan radar pengintai udaranya maka yang celaka Indonesia sendiri. Karena, saat ini yang mandu perjalanan udara adalah Singapura. “Tanpa panduan dari Singapura, bisa saja banyak terjadi tabrakan pesawat di udara,”.
Lebih jauh, Hendro mengungkapkan, Singapura itu tak punya apa-apa, sementara yang punya macam-macam itu Indonesia. “Singapura hidup dari kebodohan kita.”
Dia mencontohkan tiga kebodohan warga Indonesia yang dimanfaatkan Singapura. Pertama, orang Indonesia lebih suka nyimpan uang di Singapura ketimbang di negaranya sendiri. Kedua, yang paling banyak beli rumah di tempat reklamasi Singapura adalah orang Indonesia, kemudian Malaysia. Ketiga, orang Indonesia paling banyak berjudi di Singapura.
“Kalau tidak terlalu jahat, kita nggak usah cari gara-gara dengan negeri tetangga. Kecuali jika aksinya sudah seperti kasus Sipadan dan Ligitan,” sarannya. Jangan gara-gara pasir, lanjutnya, kemudian para elit bangsa marah-marah ke Singapura. Tapi, bagaimana seluruh potensi bangsa bersinergi untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment