Selamat Datang

Welcome to my blog

Mohon Do'a ya!

Yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani

LATAR BELAKANG PERTEMPURAN 10 NOVEMBER

Posted by Yusuf lubistoro (Brojogeni) on Tuesday, September 25, 2012



Latar Belakang Pertempuran 10 November di Surabaya
Adelya Shafira Erlyanti 9J-01

Brigade 49 dari Divisi 23 Tentara Inggris di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tiba di Surabaya tanggal 25 Oktober 1945. tugas pokok tentara inggris antara lain:

1.melucuti tentara Jepang serta mengatur kepulangan kembali ke negaranya

2.membebaskan para tawanan serta interniran Sekutu yang ditahan oleh Jepang di Asia Tenggara

3.menciptakan keamanan dan ketertiban


A.W.S. Mallaby terbunuh karena melanggar kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata dalam salah satu insiden.Inggris menuntut pertanggung jawaban rakyat Surabaya,inggris mengeluarkan ultimatum yang isinya

“Supaya semua penduduk kota Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan kembali semua senjata dan peralatan Jepang kepada tentara Inggris….Barangsiapa yang memiliki senjata dan menolak untuk menyerahkannya kepada tentara Sekutu, akan ditembak di tempat

Rakyat Indonesia menolak ultimatum itu secara resmi melalui pernyataan gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu,maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10 November 1945

Tokoh (pahlawan) : Bung Tomo
More aboutLATAR BELAKANG PERTEMPURAN 10 NOVEMBER

LATAR BELAKANG PERTEMPURAN 5 HARI DI SEMARANG

Posted by Yusuf lubistoro (Brojogeni)

Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dan disusul dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia. Dan ditunjuknya Mr Wongsonegero sebagai Penguasa Republik di Jawa Tengah dan pusat pemerintahannya di Semarang, maka adalah kewajiban Pemerintah di Jawa Tengah mengambilalih kekuasaan yang selama ini dipegang Jepang, termasuk bidang pemerintahan, keamanan dan ketertibannya. Maka terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).



Di beberapa tempat di Jawa Tengah telah terjadi pula kegiatan perlucutan senjata Jepang tanpa kekerasan antara lain di Banyumas, tapi terjadi kekerasan justru di ibu kota Semarang. Kido Butai (pusat Ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampak tidak memberikan persetujuannya secara menyeluruh, meskipun dijamin oleh Gubernur Wongsonegoro, bahwa senjata tersebut tidak untuk melawan Jepang. Permintaan yang berulang-ulang cuma menghasilkan senjata yang tak seberapa, dan itu pun senjata-senjata yang sudah agak usang.

Kecurigaan BKR dan Pemuda Semarang semakin bertambah, setelah Sekutu mulai mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Pihak Indonesia khawatir Jepang akan menyerahkan senjata-senjatanya kepada Sekutu, dan berpendapat kesempatan memperoleh senjata harus dimanfaatkan sebelum Sekutu mendarat di Semarang. Karena sudah pasti pasukan Belanda yang bergabung dengan Sekutu akan ikut dalam pendaratan itu yang tujuannya menjajah Indonesia lagi.

Pertempuran 5 hari di Semarang ini dimulai menjelang minggu malam tanggal 15 Oktober 1945. Keadaan kota Semarang sangat mencekam apalagi di jalan-jalan dan kampung-kampung dimana ada pos BKR dan Pemuda tampak dalam keadaan siap. Pasukan Pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan organisasi para pemuda lainnya.

Dapat pula kita tambahkan di sini, bahwa Markas Jepang dibantu oleh pasukan Jepang sebesar 675 orang, yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta, tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah di Semarang. Pasukan ini merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang Irian.

Keadaan kontras sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap persenjataannya, sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah bertempur, dan hampir-hampir tidak bersenjata. Juga sebagian besar belum pernah mendapat latihan, kecuali diantaranya dari pasukan Polisi Istimewa, anggota BKR, dari ex-PETA dan Heiho yang pernah mendapat pendidikan dan latihan militer, tapi tanpa pengalaman tempur.

Pertempuran lima hari di Semarang ini diawali dengan berontakan 400 tentara Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang. Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan Pemuda ini berkobar sejak dari Cepiring (kl 30 Km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh yang terletak di bagian atas kota. Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur menggabungkan diri dengan pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di tempat tersebut.

Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan Kidobutai Jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para Pemuda Indonesia. Situasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus yang menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi (Siranda) telah diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan peracunan lebih memperuncing keadaan dengan melucuti 8 orang polisi Indonesia yang menjaga tempat tersebut untuk menghindarkan peracunan cadangan air minum itu.

Dr Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purasara) ketika mendengar berita ini langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenarannya. Tetapi beliau tidak pernah sampai tujuan, jenazahnya diketemukan di jalan Pandanaran Semarang, karena dibunuh oleh tentara Jepang (namamya diabadikan menjadi RS di Semarang). Keesokan harinya 15 Oktober 1945 jam 03.00 pasukan Kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang.

Markas BKR kota Semarang menempati komplek bekas sekolah MULO di Mugas (belakang bekas Pom Bensin Pandanaran). di belakangnya terdapat sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar Kidobutai melancarkan serangan mendadak terhadap Markas BKR. Secara tiba-tiba mereka melancarkan serangan dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan senapan mesin yang gencar. Diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama setengah jam, pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat dipertahankan lagi dan untuk menghindari kepungan tentara Jepang, pasukan BKR mengundurkan diri meninggalkan markasnya.

Kemudian pasukan Jepang bergerak membebaskan markas Kempeitai yang sedang dikepung para Pemuda. Setelah mematahkan para Pemuda pasukan Jepang menuju ke markas Polisi Istimewa di Kalisari dan berhasil menduduki markas tersebut. Di sini terjadi pembunuhan kejam yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap anggota Polisi Istimewa yang tidak berhasil meloloskan diri dari pengepungan.

Juga di depan markas Kempeitai terjadi pertempuran sengit antara pasukan Jepang melawan para Pemuda yang bertahan di bekas Gedung NIS (Lawang Sewu) dan di Gubernuran (Wisma Perdamaian). Pasukan gabungan yang terdiri dari BKR, Polisi Istimewa dan AMKA melawan secara gigih, sehingga banyak jatuh korban di kedua belah pihak.

Meskipun dalam pertempuran tahap pertama pihak Jepang bagian timur dapat berhasil menduduki beberapa tempat penting, mereka tidak dapat bertahan karena selalu mendapat serangan dari BKR dan Pemuda. Terpaksa mereka meninggalkan tempat-tempat tersebut, yang kemudian dikuasai kembali oleh para Pemuda. Demikianlah pasukan silih berganti antara Jepang dan pemuda menempati posisi strategis.

Selain menangkap Mr Wongsonegoro, Jepang juga menangkap pimpinan Rumah Sakit Purusara yaitu Dr Sukaryo, Komandan Kompi BKR ialah ex-Sudanco Mirza Sidharta dan banyak pimpinan-pimpinan lainnya. Untuk menuntut balas, bantuan dari luar kota terus berdatangan yang menggabungkan diri dengan para Pemuda yang ada dalam kota.

Pasukan BKR dan para pemudanya dari Pati bergabung dengan pasukan Mirza Sidharta dan mengadakan serangan balasan terhadap Jepang yang telah menguasai tempat-tempat penting dalam kota, sehingga berlangsung dengan sengitnya. Taktik gerilya-kota dapat dilaksanakan dengan menghindari pertempuran terbuka, dengan tiba-tiba menyerang dan segera menghilang. Sekalipun belum ada komando terpusat, namun datangnnya serangan terhadap Jepang selalu bergantian dan bergelombang. Keberanian mereka benar-benar patut dibanggakan, sehingga menyulitkan Jepang menguasai kota.

Markas Jepang di Jatingaleh pun tak luput dari serangan BKR dan para pemudanya yang menimbulkan korban yang tidak sedikit kepada pihak Jepang. Gerak maju Jepang selanjutnya tidak berjalan lancar, karena tertahan di depan kantor PLN, bahkan sempat dipukul mundur.

Akibat serangan Jepang yang membabi buta, petugas PMI tidak dapat bergerak leluasa, yang menyebabkan korban pertempuran sangat menyedihkan. Mereka yang menderita luka-luka tidak dapat perawatan yang semestinya dan mayat-mayat bergelimpangan di beberapa tempat sampai membusuk, karena tidak segera dikubur.

Petugas lain yang sangat besar jasanya yang bermarkas di Hotel du Pavillion (Dibya Puri) ialah dapur umum dimana para pemuda memperoleh makanannya, tetapi setelah pertempuran meluas, selanjutnya para pemuda mendapat bantuan dari rakyat dengan bergotong royong menyediakan makannya, walaupun mereka sendiri saat itu juga kekurangan. Tapi solidaritas rakyat dalam hal ini patut dibanggakan dan jangan dilupakan.

Diperkirakan 2.000 pasukan Jepang terlibat dalam pertempuran besar-besaran melawan pemuda-pemuda kita. Senjata-senjata modern dan lengkap dilawan semangat joang yang menyala-nyala dari rakyat Semarang. Di tempat yang paling seru pertempuran terjadi di simpang lima (Tugu Muda). Puluhan Pemuda yang terkepung oleh Jepang dibantai dengan kejamnya oleh pasukan Kidobutai itu. Pemuda dan pasukan rakyat dari luar kota sekitar Semarang menunjukkan kesetia-kawanannya. Bala-bantuan mengalir terus ke kota Semarang. Mereka yang baru datang, langsung terjun terus ke kancah pertempuran.

Setelah BKR berhasil mengadakan konsolidasi dan mendapat bantuan dari daerah lain di Jawa Tengah, situasi menjadi berbalik pada saat Jepang berada dalam keadaan kritis. Untuk mengatasi situasi itu serangan makin diperhebat. Banyaknya korban di kalangan penduduk telah meninggikan para pemuda untuk menuntut balas. Diperkirakan 2000 pasukan rakyat kita gugur dalam pertempuran besar-besaran ini, sedangkan dari pihak Jepang tak kurang dari 500 orang kedapatan tewas.

Jepang kembali mendekati MR Wongsonegoro yang didesak untuk segera meghentikan pertempuran. Dari hasil peninjauan dapat diketahui banyak rakyat yang tidak berdosa tewas dalam pertempuran kedua belah pihak. Oleh karena desakan Jepang untuk menghentikan pertempuran, diterima oleh Mr Wongsonegoro. Pertimbangan lain adalah untuk menyusun kembali kekuatan dalam menghadapi musuh yang sebenarnya, ialah tentara Sekutu yang diboncengi tentara Belanda yang segera akan mendarat di Semarang.

Dalam perundingan dengan Jepang, Jepang menghendaki agar senjata-senjata yang dirampas oleh orang Indonesia dikembalikan lagi kepada Jepang. Tapi Mr Wongsonegoro menolak tuntutan itu, karena selain tak menjamin penyerahan senjata itu, pun tak diketahui siapa-siapa yang memegang senjata itu. lagi pula apa si pemegang senjata akan menyerahkan senjata itu kembali kepada Jepang? Akhirnya Jepang menerima pendirian Mr Wongsonegoro itu soal penyerahan senjata, dan demikian tercapailah persetujuan gencatan senjata dengan pihak Jepang.

Pada umumnya para pemuda kecewa atas gencetan senjata itu, karena banyak kawan-kawan yang telah gugur dan mereka menghendaki menuntut balas. Setelah Sekutu mendarat di Semarang pada tanggal 19 Oktober 1945, maka berakhir pulalah pertempuran dengan pihak Jepang yang selama 5 hari itu.

Kesimpulan pertempuran lima hari di Semarang itu mempunyai nilai tersendiri, khususnya bagi rakyat Jawa Tengah. Peristiwa itu menunjukkan kebulatan tekad rakyat untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang. Tindakan kekerasan harus diambil, karena cara berunding dan diplomasi diabaikan oleh Jepang
More aboutLATAR BELAKANG PERTEMPURAN 5 HARI DI SEMARANG

LATAR BELAKANG PERTEMPURAN MEDAN AREA

Posted by Yusuf lubistoro (Brojogeni)



Pada tanggal 9 november 1945, pasukan Sekutu dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatera Utara yang dikuti oleh pasukan NICA. Brigadir ini menyatakan kepada pemerintah RI akan melaksanakan tugas kemanusiaan, mengevakuasi tawanan dari beberapa kamp di luar Kota Medan. Dengah dalih menjaga keamanan, para bekas tawanan diaktifkan kembali dan dipersenjatai.

Latar belakang pertempuran Medan Area, antara lain:
1. Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang.
2. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih.
3. Ultimatum agar pemuda Medan menyerahkan senjata kepada Sekutu.
4. Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area)” di sudut-sudut pinggiran Kota Medan.
More aboutLATAR BELAKANG PERTEMPURAN MEDAN AREA

LATAR BELAKANG PERTEMPURAN AMBARAWA

Posted by Yusuf lubistoro (Brojogeni)


Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan kekuasaan tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain tidak lagi mempunyai hak untuk melakukan penjajahan di atas bumi Indonesia.  Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh suatu bangsa yang menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas dari penjajahan[1].

Meskipun demikian, terdapat pihak-pihak yang berusaha untuk mengembalikan Indonesia sebagai jajahan Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah Belanda merasa masih mempunyai historiesch recht (hak sejarah) untuk meneruskan pemerintahan kolonialnya. Hal ini didasarkan dari perjanjian yang dilakukan Inggris dengan Belanda yang disebut Civil Affairs Aggreement pada tanggal 24 Agustus 1945 yang mengatur pemindahan kekuasaan di Indonesia dari British Military Administration kepada NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Oleh sebab itu, Belanda dengan organisasi pemerintahannya, NICA membonceng tentara sekutu kembali ke Indonesia[2].

Maksud kedatangan Sekutu adalah pertama, menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang. kedua, membebaskan para tawanan perang dan inteniran Sekutu. Ketiga, melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan. Keempat, menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil. Kelima, menghimpun keterangan tentang dan menuntut penjahat perang[3]. Oleh sebab itu, RI menerima kedatangan Sekutu dengan sambutan yang baik.

Pendaratan tentara Sekutu pada tanggal 20 Oktober 1945 di Semarang, berbarengan dengan usaha perebutan kekuasaan dan senjata rakyat Indonesia terhadap Jepang. Usaha melucuti tentara Jepang oleh para pejuang Indonesia ini memang merupakan tindakan yang harus dilakukan sesegera mungkin. Sebab, usaha tersebut sudah diperhitungkan akan adanya suatu kemungkinan bahaya yang ditimbulkan sehubungan dengan mendaratnya Sekutu di Indonesia. Bagaimanapun, pasti Sekutu tidak akan rela melepaskan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka begitu saja. Dengan demikian, tujuan kedatangan Sekutu yang bermaksud untuk melucuti tentara Jepang telah dilakukan oleh para pejuang Indonesia, sehingga menimbulkan kekecewaan dari pihak Sekutu. 

Selanjutnya, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut justru dipersenjatai. Ketegangan dimulai ketika tawanan-tawanan Belanda yang dibebaskan bertingkah congkak dan sombong, serta mengabaikan kedaulatan pemerintah dengan terang-terangan berusaha untuk menduduki kembali Indonesia. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia, sehingga muncul gerakan pemboikotan keperluan makanan dan kebutuhan sehari-hari terhadap Sekutu yang semula dibantu oleh rakyat Indonesia dalam usaha melucuti tentara Jepang[4]. Akhirnya pecah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945, disusul tanggal 31 Oktober 1945 di Magelang.

Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana[5]. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka dan meluas sampai ke Ambarawa.

Pertempuran di Ambarawa, merupakan pertempuran yang cukup penting. Sebab pertempuran Ambarawa merupakan salah satu dari rangkaian peristiwa mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi[6]. Sebab, bagi Indonesia revolusi Indonesia bertujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai empat dasawarsa sebelumnya. Namun di lain pihak, bagi Belanda masa revolusi sebagai suatu zaman yang merupakan kelanjutan dari masa lampau untuk melakukan penjajahan yang menurut mereka sudah dilakukan selama 300 tahun. Pada masa ini pulalah, hak Indonesia akan kemerdekaan dan kedaulatan atas nama revolusi mendapatkan banyak dukungan dari rakyat Indonesia.

Demikian pentingnya arti pertempuran Ambarawa bagi bangsa Indonesia dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sehingga meskipun pertempuran itu berlangsung singkat (12 Desember 1945 – 15 Desember 1945) tetapi memberikan kemenangan yang gilang-gemilang bagi Indonesia. Dipimpin oleh Kolonel Sudirman, para pejuang berhasil memukul Sekutu yang terdesak ke mundur Semarang.

Disamping itu, pertempuran di Ambarawa berhasil mempengaruhi dan melemahkan kekuatan Belanda, sehingga Belanda kesulitan dalam melakukan pertempuran di wilayah lainnya. Berakhirnya pertempuran pada tanggal 15 Desember 1945 dengan kemenangan di pihak Indonesia tersebut kini diperingati sebagai Hari Infanteri/hari jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika. Peristiwa tersebut diabadikan dalam sebuah karya monumental, yaitu Monumen Palagan Ambarawa yang dibangun pada tanggal 15 Desember 1974.

Dalam pertempuran Ambarawa, memunculkan tokoh yang paling berjasa dalam upaya mengusir Sekutu dari bumi Ambarawa yang kelak menjadi Jenderal Panglima Besar Republik Indonesia, yaitu Kolonel Sudirman. Dalam pertempuran ini pulalah dikenal strategi yang sangat jitu yang dapat dirumuskan dari hasil pemikiran dan kerja keras beliau bersama para pejuang lainnya. Strategi tersebut dikenal dengan sebutan “Strategi Supit Urang” atau dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut “Strategi Supit udang”. Dengan kedisiplinan yang tinggi dari para pejuang yang termasuk dalam bagian strategi Kolonel Sudirman, dan dengan  didukung perencanaan yang matang, strategi tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik sehingga membawa kemenangan yang gilang gemilang bagi para pejuang tanah air. []
Catatan: Menganai jalannya pertempuran, dan bagaimana skema strategi yang digunakan Jenderal Sudirman, saya tulis dalam artikel yang lain. Terimakasih. []
Catatan Kaki:
[1] Soemarmo (1990:1)

[2] Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948  
Lihat juga 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Jilid 1 halaman 34
[3] Ibid; halaman 44, lihat juga Soemarmo, Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, IKIP SEMARANG PRESS 1991 halaman 84
[4] Dari buku palagan Ambarawa
[5] “Saya tidak mengatakan, bahwa saya tidak menghargai semangat saudara-saudara. Saya mengetahui, bahwa saudara-saudara mendasarkan usaha-usaha atas alas an yang saua hargai. Tetapi ada cara lain untuk mencapai kepuasan hati-hati saudara itu. Saya perintahkan di sini supaya saudara-saudara menurut perintah ini “Hentikan Pertempuran!”
[6] Masa revolusi menurut MC. Ricklefs (1989: 317) mengacu pada suatu kisah sentral dalam sejarah Indonesia dan merupakan unsur yang kuat di dalam perspektif bangsa Indonesia itu sendiri. Untuk pertama kalinya, segala sesuatu yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA



S          Sarmudji. 2001. (buku pribadi). Ambarawa: Sarmudji
Mc. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern.

Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948.
More aboutLATAR BELAKANG PERTEMPURAN AMBARAWA

MAKALAH KEPUNAHAN ANOA

Posted by Yusuf lubistoro (Brojogeni)


INGIN FILENYA?
DATANG AJA KE SOLNET! TENTUNYA LEBIH MURAH DARI WARNET MANAPUN
LOKASI
SEBELAH SELATAN MASJID AL-HUDA 
DESA KALIJAMBE



TUGAS IPA
KEPUNAHAN PADA MAKHLUK HIDUP





Disusun Oleh:
                               Nama            : Yusuf lubistoro
                               Kelas             : IX D
                               Absen           : 34

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN PEKALONGAN
SMP NEGERI 2 SRAGI
TAHUN AJARAN 2012/2013


BAB I
PENDAHULUAN
<!--[if !supportLists]
A.       LATAR BELAKANG
Kepunahan yang terjadi pada makhluk hidup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita. Bumi kita memiliki berjuta spesies makhluk hidup yang suatu saat tanpa kita sadari dapat punah. Fenomenan punahnya jenis suatu makhluk hidup dipengaruhi berbagai faktor seperti alam, ketahanan regenerasi, juga dari manusia. Saat ini, telah banyak makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan yang mengalami krisis kepunahan bahkan telah mengalami kepunahan total. Maka dari itu, sebagai makhluk yang sadar akan pentingnya keberadaan makhluk hidup lain, kita, manusia, harus berusaha memahami mengapa kepunahan dapat terjadi pada makhluk hidup lain dengan mempelajari perkembangan kehidupannya juga bagaimana cara mencegah atau setidaknya mengurangi angka kepunahan yang terjadi pada makhluk hidup lain.

B.       TUJUAN
a.       Mengetahui arti kepunahan dan definisinya.
b.      Memahami bagaimana kepunahan dapat terjadi, penyebab serta usaha pencegahannya.



BAB II
PERMASALAHAN

1.      Apakah pengertian kepunahan?
2.      Apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya kepunahan Anoa?
3.      Cara menanggulangi kepunahan Anoa?



BAB III
PEMBAHASAN

A.       PENGERTIAN KEPUNAHAN
Kepunahan adalah penghentian silsilah evolusi. Peristiwa kepunahan yang paling umum adalah hilangnya spesies. Ada banyak alasan mengapa spesies mungkin mati.Intervensi manusia(baik secara langsung atau tidak langsung) telah menjadi penyebab utama kepunahan spesies (mungkin selama lima belas ribu tahun terakhir).

Spesies dan Populasi
Sebuah perbedaan penting harus dibuat antara kepunahan benar dan pemusnahan. Pemusnahan adalah hilang nya populasi, atau kehilangan suatu spesies dari daerah geografis tertentu. Sebuah contoh yang terkenal abad kedua puluh adalah pemusnahan serigala dari wilayah Wyoming Yellowstone. Layanan taman serigala diperkenal kan kembali ke Yellowstone pada 1990-an, dan ini predator tampaknya beradaptasi dengan baik untuk rumah baru mereka. Benar kepunahan juga harus dibedakan dari pseudoextinction. Ahli biologi mempelajari perubahan yang terjadi dalam garis keturunan dari waktu ke waktu sering menunjuk tahap morfologi yang berbeda sebagai spesies terpisah. Kepunahan suatu spesies dalam konteks ini bukan akibat dari terminasi garis keturunan, melainkan trans-formasi menjadi bentuk baru. Sebuah pemahaman yang jelas dari definisi spesies adalah diperlukan dalam rangka untuk membahas kepunahan. Ini bukan pertanyaan sederhana, namun satu pandangan mendefinisikan suatu spesies sebagai populasi yang berpotensi perkawinan individu yang terisolasi dari populasi reproduktif seperti lainnya. Dengan definisi ini, perkawinan yang relatif umum antara coyote dan anjing domestik menimbulkan pertanyaan keabsahan status spesies terpisah mereka.

Perubahan Lingkungan
Spesies punah terutama karena mereka tidak mampu untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Hewan dengan makanan khusus atau persyaratan habitat, seperti panda raksasa (yang feed hampir secara eksklusif pada bambu), sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Spesies generalis yang memakan banyak jenis makanan dan hidup dalam berbagai pengaturan jauh lebih mampu bertahan dalam lingkungan yang berubah. Sebagai contoh, rakun adalah penghuni kota umum, dimana mereka mencari makanan dari tong sampah bukan dari sungai. Selain itu, spesies dengan waktu generasi panjang yang sedikit menghasilkan keturunan sering rentan terhadap kepunahan. Jika populasi hewan ini sangat kecil, itu tunduk pada kepunahan dari berbagai faktor, seperti gangguan dan penyakit. Organisme dengan waktu generasi pendek yang menghasilkan banyak keturunan, misalnya, tikus banyak spesies serangga, sering mampu meningkatkan populasi mereka dengan cepat dan karenanya menjadi kurang rentan terhadap kepunahan. Namun, binatang seperti badak atau harimau Siberia mengambil beberapa tahun untuk matang dan ketika mereka melakukannya bereproduksi hanya melahirkan satu atau dua keturunan. Dengan demikian, spesies seperti ini tidak dapat pulih dari populasi yang rendah dengan cepat dan dengan demikian lebih mungkin untuk pergi punah.

Massa kepunahan
Peristiwa kepunahan massal telah terjadi secara periodik dalam sejarah Bumi. Tiga peristiwa ini sangat relevan dengan sejarah mamalia. Yang pertama adalah kepunahan Cretaceous-Tersier 65 juta tahun yang lalu yang menyebabkan punahnya dinosaurus. Mamalia dan dinosaurus hidup berdampingan untuk sekitar 140 juta tahun, selama waktu dinosaurus mendominasi sebagian besar relung vertebrata darat. Kepunahan ini kemungkinan besar adalah hasil dari tabrakan meteor besar yang dihilangkan lebih dari setengah dari semua spesies di planet ini. Mamalia selamat bahwa peristiwa kepunahan relatif baik, mungkin karena sebagian besar mamalia Mesozoi- kum adalah spesies dengan waktu generasi pendek dan tandu besar. Selama periode Tersier, mamalia menjalani radiasi adaptif cepat, mengisi niche yang sama dengan yang ditinggalkan oleh dinosaurus.

B.       KEPUNAHAN ANOA
Anoa akan mengalami kepunahan lokal di Suaka Margasatwa
(SM) Tanjung Amolengo, Sulawesi Tenggara, yang merupakan salah satu habitat
utama satwa langka tersebut. Di suaka margasatwa yang memiliki luas 604
hektare ini, populasi anoa kini tinggal lima sampai enam ekor.

Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Haris Mustari
mengungkapkan hal tersebut ketika dihubungi Media, akhir pekan lalu.

Menurut Abdul Haris Mustari, populasi anoa di Suaka Margasatwa Tanjung
Amolengo yang tinggal 5-6 ekor berdasarkan penelitian yang telah
dilakukannya mulai 2000-2002. ''Padahal pada 1994-1995 ketika saya
melakukan penelitian selama delapan bulan di sana, populasinya masih
sekitar 8-12 ekor,'' katanya.

Terus menurunnya populasi anoa, tutur kandidat peraih PhD dari University
of New England Australia ini, karena deforestasi (perusakan hutan) dan
perburuan liar. Deforestasi terutama terjadi karena konversi hutan primer
yang merupakan habitat anoa menjadi lahan perkebunan jambu mete, kakao,
serta illegal logging. Sedangkan perburuan liar, karena orang mengincar
daging untuk dimakan dan tanduknya dijadikan trofi.

Selain itu, persoalan lain yang menekan populasi anoa di Suaka Margasatwa
Amolengo karena hewan yang dilindungi ini tidak lagi bisa menjelajah ke SM
Tanjung Peropa, Sultra. Kedua suaka margasatwa tersebut hanya berjarak
sekitar 2-3 km, dipisahkan oleh Desa Amolengo, Langgapulu, dan Ampera.

Padahal sekitar sepuluh tahun lalu, populasi anoa dari kedua suaka
margasatwa itu masih bisa saling bertukar melalui koridor berupa hutan
pinggiran sungai, perkebunan jambu mete, cokelat, dan kelapa, khususnya di
bagian selatan Tanjung Peropa.

Namun, dengan bertambahnya penduduk dan permukiman di ketiga desa tersebut,
anoa semakin sulit menemukan koridor pelintasan yang memungkinkan
pertukaran populasi anoa di kedua suaka margasatwa ini.

''Anoa di SM Tanjung Amolengo akan mengalami kepunahan lokal atau
setidaknya mengalami penurunan kualitas genetik karena populasinya sangat
kecil,'' tuturnya seraya menyatakan populasi anoa di SM Tanjung Peropa yang
memiliki luas 38.927 hektare masih sekitar 500 ekor.

Mustari mengaku, pejabat instansi kehutanan dan pemda sering mengatakan
populasi anoa masih banyak. Padahal pernyataan populasi anoa yang dikatakan
para pejabat hanya didapatkan dari cerita penduduk dan atas perkiraan saja,
bukan data hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

Sedangkan penelitian yang dia lakukan, tutur Mustari, berdasarkan metode
yang sering dipakai dalam survei populasi satwa liar yaitu metode pertemuan
langsung (transect), penghitungan kepadatan feses anoa (distant detect),
metode konsentrasi (silent detection), dan metode jejak (foot-print analysis).

Menurut Mustari, penduduk yang berdomisili di sekitar hutan juga sering
kali overestimasi terhadap populasi anoa. Mereka mengatakan populasi anoa
di alam masih berlimpah, padahal apabila dicermati dan dilakukan penelitian
yang saksama, populasi anoa di alam sebenarnya sangat sedikit.

Penduduk yang mengatakan anoa masih banyak umumnya karena hanya berpatokan
pada jejak atau kotoran anoa di hutan. Padahal anoa termasuk satwa soliter
yang hanya ditemukan satu-dua ekor dalam satu kelompok. Selain itu, anoa
memiliki mobilitas yang tinggi dan wilayah jelajah harian yang luas (500 ha
lebih di Amolengo), sehingga jejak dan kotoran anoa yang kelihatannya
melimpah, sebenarnya hanya milik beberapa ekor saja.

Selain anoa, satwa khas Sulawesi lainnya yang terdapat di SM Tanjung
Amolengo dan Tanjung Peropa yaitu babi hutan sulawesi (Sus celebensis),
kuskus beruang (Ailurops ursinus), kuskus sulawesi (Strigocuscus
celebensis), rangkong (Rhyticeros cassidix dan Phenelopides exarhatus).



C.       FAKTOR PENYEBAB KEPUNAHAN ANOA
1.      Perdagangan Hewan Ilegal
Anoa kerap diculik dari kawanannya untuk dijual untuk dimakan atau dijual kembali. Penculikan kerap membunuh Anoa, sehingga setiap satu Anoa diculik terkadang Anoa lain mati.
2.      Perburuan Liar
3.      Perubahan Lingkungan
4.      Kebakaran Hutan
5.      Semakin Berkurangnya Habitat
6.      Kurangnya kesadaran masyarakat

D.       CARA MENANGGULANIG KEPUNAHAN ANOA
Cara menanggulanginya adalah dengan membuat sebuah perlindungan khusus bagi Anoa dengan dilindungi oleh pagar-pagar agar tidak diburu. Dan harus menjaga habitatnya supaya Anoa bisa hidup di alam bebas sehingga lebih mudah berkembang biak.
BAB IV
PENUTUP

Demikian pembahasan kami tentang sebab dan cara menanggulangi kepunahan makhluk hidup, utamanya Anoa. Kita sebagai makhluk hidup yang berbudi pekerti semestinya tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan tanpa memikirkan efek yang terjadi.



DAFTAR PUSTAKA

-->
More aboutMAKALAH KEPUNAHAN ANOA

MAKALAH PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM PROSES PEMBUATAN (PRODUKSI) BATIK

Posted by Yusuf lubistoro (Brojogeni) on Wednesday, September 19, 2012


Budaya batik adalah budaya Indonesia yang identik dengan seni rupa lukisan dalam bentuk beraneka motif. Batik dapat kita temui di daerah Pekalongan yang disebut sebut sebagai kota batik dimana mayoritas masyarakatnya berada dipesisir pantai. Jika kita melihat baju anak sekolah, baju kemeja, baju pegawai maka akan dapat dijumpai baju yang bermotif batik yang dipakai pada hari hari tertentu. Sebernarnya batik tidak hanya diaplikasikan kedalam kain atau baju saja . Batik dapat diaplikasikan ke berbagai bentuk rupa bidang seperti mug, sarung, kerudung, celana, stiker, helm,paying, dan lain lain sebagaimana kreatifnya diri kita sendiri. Di jaman modern ini kita telah mengenal teknologi dan dengan seiringnya berjalanya waktu, teknologi di dunia ini semakin berkembang dengan sangat pesat. Untuk itu penerapan teknologi dalam batik pun juga perlu dikembangkan agar menghasilkan batik yang mempunyai standar nilai tinggi baik nilai estetika maupun nilai ekonomis.

2.       Tujuan
Dengan mengetahui perkembangan teknologi  di dunia ini maka diharapkan agar kita dapat menerapkanya kedalam batik agar tujuan kedepannya kita mampu menghasilkan batik yang layak bersaing didunia internasional dan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

3.       Rumusan Masalah
Dengan adanya perkembangan teknologi di dunia ini, maka kita perlu menerapkannya kedalam batik yang merupakan sumber budaya negara yang bernilai dengan kata lain kita harus merumuskan masalah masalah secara kritis  :
a.       Bagaimana perkembangan batik di dunia  ini ?
b.      Bagaimana proses pembuatan batik yang sebenarnya ?
c.       Bagaimana penerapan teknologi terhadap batik ?
d.      Apakah dampak tehadap penerapan teknologi dalam batik ?





1.       Perkembangan Batik
Batik merupakan salah satu budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Walaupun sebagian besar orang mengetahui budaya batik ini milik Indonesia namun pada kenyataannya tidak 100% batik hanya dimiliki oleh Indonesia. Contohnya saja Malaysia, mereka pernah mengklaim bahwa batik adalah budaya mereka. Yang membedakan saat ini hanya motif pada batik itu sendiri.

2.       Proses Pembuatan batik
 Di jaman yang serba canggih saat ini, kita dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang begitu pesat. Begitu juga dengan batik, dalam proses pembuatannya batik mempunyai beberapa tahapan untuk menghasilkan barang jadi yang bernilai tinggi dan berharga tinggi. Tahapan tahapan tersebut antara lain :
a.         Membuat pola.
b.         Melapisi pola dengan malam.
c.          Perncucian kain.
d.         Produksi.

Sekarang jaman sudah serba canggih, maka dari itu batik Indoensia juga dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi untuk bersaing dengan negara penghasil batik lainya. Dengan menggunakan teknologi, maka proses pembuatan batik akan jauh lebih mudah dan jauh lebih efisien dari pada membuat batik secara manual yang membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Jika sebelumnya proses pembuatan pola dilakukan secara manual dengan menggunakan pensil maka di jaman sekarang ini proses pembuatan pola tersebut dapat dilakukan dengan bantuan komputer. Dengan komputer kita dapat membuat pola batik jauh lebih praktis karena dibantu dengan beberapa software software desain grafis baik vector seperti Corel Draw maupun bitmap seperti Photoshop. Proses pembuatan batik yang dahulunya menggunakan canting secara manual sekarang jauh lebih mudah dan sangat efisien dengan menggunakan mesin printing, cap, sablon, dan sebagainya. Dengan menggunakan teknologi teknologi itu, sekarang produksi batik bias naik 10x lipat dibandingkan diproduksi dengan cara tradisional yang serba manual.



Dengan adanya teknologi yang berkembang begitu pesat maka proses produksi batik akan semakin lebih efisien juga. Namun dari beberapa penerapan penerapan teknologi tersebut perlu diketahui juga bahwa penerapan tersebut membawa dampak terhadap dunia batik di Indonesia baik secara positif maupun negatif.
a.          Proses pembuatan batik lebih cepat 10x lipat dibandingkan produksi dengan teknik tradisional.
b.         Lebihefisien waktu .
c.          Tidak memakan banyak tenaga.
d.         Motif yang dihasilkan lebih inovatif.
e.         Tingkat ketelitian cetakan motif 90% - 100% sesuai motif yang diinginkan.
a.       Hargajual batik biasanya lebih rendah dari pada batik yang dibuat secara manual dikarenakan batik yang dibuat secara manual lebih langka dan pengerjaan motifnya tidak sama antar produksi satu dengan yang lainya.
b.      Mempersempit kesempatan kerja.
c.       Limbahnya kurang ramah lingkungan.


1.       Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai bagaimana cara penerapan perkembangan teknologiterhadap bidang batik diatas maka kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa pelestarian budaya batik tidak harus dilakukan dengan menjaga proses pembuatannya yang terbilang sangat tradisional namun kita bisa menerapkannya kedalam perkembangan teknologi di era globalisasi ini. Dengan begitu maka batik tidak hanya bernilai sebuah seni estetika melainkan juga sebuah seni yang bernilai ekonomis sehingga bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan negara danmensejahterahkan rakyat Indonesia.

2.       Saran
Dengan adanya teknologi yang mempermudah kita dalam melakukan berbagai aktivitas maka kita juga harus dapat menerapkannya disegala bidang, tidak terlewati juga kedalam batik. Disarankan agar kita harus mempelajari bagaimana caramengkombinasikan antara teknologi dengan seni  kebudayaan sehingga melahirkan nilai ekonomis yang dapat menjadi tonggak pendapatan.
More aboutMAKALAH PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM PROSES PEMBUATAN (PRODUKSI) BATIK
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...