Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of Power
(kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan
kekuasaan tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain
tidak lagi mempunyai hak untuk melakukan penjajahan di atas bumi
Indonesia. Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh suatu
bangsa yang menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas
dari penjajahan[1].
Meskipun
demikian, terdapat pihak-pihak yang berusaha untuk mengembalikan
Indonesia sebagai jajahan Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah
Belanda merasa masih mempunyai historiesch recht (hak sejarah)
untuk meneruskan pemerintahan kolonialnya. Hal ini didasarkan dari
perjanjian yang dilakukan Inggris dengan Belanda yang disebut Civil Affairs Aggreement pada tanggal 24 Agustus 1945 yang mengatur pemindahan kekuasaan di Indonesia dari British Military Administration kepada NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Oleh sebab itu, Belanda dengan organisasi pemerintahannya, NICA membonceng tentara sekutu kembali ke Indonesia[2].
Maksud
kedatangan Sekutu adalah pertama, menerima penyerahan kekuasaan dari
tangan Jepang. kedua, membebaskan para tawanan perang dan inteniran
Sekutu. Ketiga, melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian
dipulangkan. Keempat, menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk
kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil. Kelima, menghimpun
keterangan tentang dan menuntut penjahat perang[3]. Oleh sebab itu, RI menerima kedatangan Sekutu dengan sambutan yang baik.
Pendaratan
tentara Sekutu pada tanggal 20 Oktober 1945 di Semarang, berbarengan
dengan usaha perebutan kekuasaan dan senjata rakyat Indonesia terhadap
Jepang. Usaha melucuti tentara Jepang oleh para pejuang Indonesia ini
memang merupakan tindakan yang harus dilakukan sesegera mungkin. Sebab,
usaha tersebut sudah diperhitungkan akan adanya suatu kemungkinan bahaya
yang ditimbulkan sehubungan dengan mendaratnya Sekutu di Indonesia.
Bagaimanapun, pasti Sekutu tidak akan rela melepaskan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang merdeka begitu saja. Dengan demikian, tujuan
kedatangan Sekutu yang bermaksud untuk melucuti tentara Jepang telah
dilakukan oleh para pejuang Indonesia, sehingga menimbulkan kekecewaan
dari pihak Sekutu.
Selanjutnya, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa
dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para
tawanan tersebut justru dipersenjatai. Ketegangan dimulai ketika
tawanan-tawanan Belanda yang dibebaskan bertingkah congkak dan sombong,
serta mengabaikan kedaulatan pemerintah dengan terang-terangan berusaha
untuk menduduki kembali Indonesia. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat
Indonesia, sehingga muncul gerakan pemboikotan keperluan makanan dan
kebutuhan sehari-hari terhadap Sekutu yang semula dibantu oleh rakyat
Indonesia dalam usaha melucuti tentara Jepang[4].
Akhirnya pecah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945, disusul tanggal 31 Oktober 1945 di Magelang.
Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini
membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala
penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan
Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana[5].
Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang
menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu
Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran
terhadap mereka dan meluas sampai ke Ambarawa.
Pertempuran
di Ambarawa, merupakan pertempuran yang cukup penting. Sebab
pertempuran Ambarawa merupakan salah satu dari rangkaian peristiwa
mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi[6].
Sebab, bagi Indonesia revolusi Indonesia bertujuan untuk melengkapi dan
menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah
dimulai empat dasawarsa sebelumnya. Namun di lain pihak, bagi Belanda
masa revolusi sebagai suatu zaman yang merupakan kelanjutan dari masa
lampau untuk melakukan penjajahan yang menurut mereka sudah dilakukan
selama 300 tahun. Pada masa ini pulalah, hak Indonesia akan kemerdekaan
dan kedaulatan atas nama revolusi mendapatkan banyak dukungan dari
rakyat Indonesia.
Demikian
pentingnya arti pertempuran Ambarawa bagi bangsa Indonesia dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sehingga meskipun pertempuran itu
berlangsung singkat (12 Desember 1945 – 15 Desember 1945)
tetapi memberikan kemenangan yang gilang-gemilang bagi Indonesia.
Dipimpin oleh Kolonel Sudirman, para pejuang berhasil memukul Sekutu
yang terdesak ke mundur Semarang.
Disamping
itu, pertempuran di Ambarawa berhasil mempengaruhi dan melemahkan
kekuatan Belanda, sehingga Belanda kesulitan dalam melakukan pertempuran
di wilayah lainnya. Berakhirnya pertempuran pada tanggal 15 Desember
1945 dengan kemenangan di pihak Indonesia tersebut kini diperingati
sebagai Hari Infanteri/hari jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang
Kartika. Peristiwa tersebut diabadikan dalam sebuah karya monumental,
yaitu Monumen Palagan Ambarawa yang dibangun pada tanggal 15 Desember
1974.
Dalam
pertempuran Ambarawa, memunculkan tokoh yang paling berjasa dalam upaya
mengusir Sekutu dari bumi Ambarawa yang kelak menjadi Jenderal Panglima
Besar Republik Indonesia, yaitu Kolonel Sudirman. Dalam pertempuran ini
pulalah dikenal strategi yang sangat jitu yang dapat dirumuskan dari
hasil pemikiran dan kerja keras beliau bersama para pejuang lainnya.
Strategi tersebut dikenal dengan sebutan “Strategi Supit Urang” atau dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut “Strategi Supit udang”.
Dengan kedisiplinan yang tinggi dari para pejuang yang termasuk dalam
bagian strategi Kolonel Sudirman, dan dengan didukung perencanaan yang
matang, strategi tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik sehingga
membawa kemenangan yang gilang gemilang bagi para pejuang tanah air. []
Catatan:
Menganai jalannya pertempuran, dan bagaimana skema strategi yang
digunakan Jenderal Sudirman, saya tulis dalam artikel yang lain.
Terimakasih. []
Catatan Kaki:
Lihat juga 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Jilid 1 halaman 34
[3]
Ibid; halaman 44, lihat juga Soemarmo, Pendudukan Jepang dan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, IKIP SEMARANG PRESS 1991 halaman 84
[5]
“Saya tidak mengatakan, bahwa saya tidak menghargai semangat
saudara-saudara. Saya mengetahui, bahwa saudara-saudara mendasarkan
usaha-usaha atas alas an yang saua hargai. Tetapi ada cara lain untuk
mencapai kepuasan hati-hati saudara itu. Saya perintahkan di sini supaya
saudara-saudara menurut perintah ini “Hentikan Pertempuran!”
[6]
Masa revolusi menurut MC. Ricklefs (1989: 317) mengacu pada suatu kisah
sentral dalam sejarah Indonesia dan merupakan unsur yang kuat di dalam
perspektif bangsa Indonesia itu sendiri. Untuk pertama kalinya, segala
sesuatu yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA
Mc. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern.
Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948.
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment